-->

Umur Berapa Anak Boleh Pakai Kalkulator Untuk Belajar Ilmu Matematika?


Dalam tingkat yang lebih rumit, pengerjaan soal matematika pun lazim memerlukan dukungan kalkulator. Bukan alasannya yakni siswa malas, melainkan untuk menyingkat waktu sehingga mereka punya waktu lebih banyak untuk berpikir sistematis dalam menuntaskan soal yang kompleks.

Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. ret. nat. Widodo. M.S, Guru Besar Matematika dari Universitas Gadjah Mada. “Matematika sifatnya bukan cuma kalkulasi tapi sebagai cara menambah kemampuan siswa mencari jalan keluar atas sebuah soal (masalah),” ungkapnya ketika ditemui dalam program Casio For Education baru-baru ini.

Widodo menjelaskan belum dewasa memerlukan stimulasi biar mereka kian kritis. Lewat matematika, eksplorasi ini bisa dilakukan dengan dukungan alat hitung ibarat kalkulator.

“Mengeksplor soal-soal, bukan sekadar menghitung. Tapi, menciptakan proses budi berjalan, berpikir kritis, pemakaian alat bukan semata untuk cara instan.”

Namun, pada kenyataannya masih banyak anggapan bahwa murid-murid yang menggunakan kalkulator dalam proses berguru akan menjadi malas. Benarkah begitu?

Lagi-lagi Widodo menyampaikan di abad sekarang, belum dewasa jangan jauh dari teknologi alasannya yakni perkembangannya tak mungkin berhenti. Justru harus mengikuti. Penggunaan kalkulator dibolehkan selama menarik minat anak untuk mengeksplorasi pelajaran matematika, bukan menciptakan mereka malah jadi malas.

“Sebenarnya matematika itu bikin anak jadi kreatif. Coba pikir, semua hal dalam kehidupan, niscaya ada unsur matematikanya. Mulai dari menghitung uang, berguru musik, jadi biar Anda dan anak suka matematika, coba kaitkan semua itu dengan keseharian.”

Lebih lanjut, “Selama ini penyebabnya yakni alasannya yakni buku, siswa, dan guru. Tidak banyak buku matematika yang punya soal dengan ilustrasi menyenangkan dan sesuai konteks. Beda dengan buku-buku di luar negeri.”

Faktor guru, kata Widodo, juga menciptakan murid terbatas untuk mengajukan pertanyaan. “Dari survei Bappenas didapat hasil para guru tak terbiasa dengan ilmu niscaya sehingga jikalau ada murid kritis bertanya, guru bingung. Cara mengajar juga berpengaruh, coba sampaikan dengan gaya menarik dan senyum. Semua dimulai dari mindset bahwa kalkulasi jadi eksplorasi yang fun, itu yang harus ditekankan.”

Sayangnya, memang anggapan matematika susah itu sudah berlangsung turun-temurun. Agar berguru matematika itu menyenangkan, “Anak perlu dimotivasi mulai dari beri soal sederhana ada tahapannya alasannya yakni kemampuan setiap anak tak sama.”

Lalu terkait dukungan alat hitung ibarat kalkulator, di usia berapa anak boleh memakainya?

“Untuk perhitungan sederhana (tambah, kurang, kali, bagi) jangan dipakai anak usia SD. Tapi, ketika Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas anak sudah mulai rasional dan sanggup kiprah menganalisis soal statistik, maka gunakan kalkulator.”

Berdasarkan The Programme for International Student Assessment (PISA) untuk bidang Matematika, negara Vietnam dalam 3 tahun naik ke peringkat 17. Sedangkan Indonesia berada di peringkat 3-5 dari belakang.

Menurut Widodo, ini alasannya yakni semestinya soal ujian matematika itu lebih banyak berupa essai. Sehingga bisa merangsang daya pikir murid. “Kalau ujian idealnya ada balasan pendek, sedang, dan panjang. Makara ada proses berpikir, menganalisis, bukan cuma menghitung,” sarannya lebih lanjut.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel