Pengenalan SNP, SPM, dan SPMP Dalam Rangka Perencanaan Sekolah/Madrasah
A. PENGANTAR
Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu pilar pokok pembangunan pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM)yang cerdas dan kompetitif sesuai dengan visi Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2025. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan upaya peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan oleh semua pihak.
Mutu pendidikan mengacu pada standar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berfungsi sebagai dasar bagi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan pada setiap satuan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. SNP berisi ketentuan tentang delapan standar yang dicita-citakan dapat terwujud di semua satuan pendidikan pada kurun waktu tertentu.
Mengingat bahwa kondisi satuan pendidikan pada saat ini masih sangat beragam, dan sebagian besar kualitasnya masih berada di bawah SNP, maka perlu dicari strategi untuk mencapai SNP secara bertahap. Upaya ini dilakukan dengan menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang merupakan tingkat layanan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. Apabila SPM Pendidikan telah tercapai maka indikator tingkat (mutu) layanan akan dinaikkan dari waktu ke waktu hingga pada akhirnya mencapai tingkatan yang ditetapkan dalam SNP. Oleh karena itu, SPM Pendidikan dapat diartikan sebagai strategi untuk mencapai SNP secara bertahap dan merupakan sasaran antara untuk menuju pemenuhan SNP.
Sistem penjaminan mutu pendidikan (SPMP) didefinisikan sebagai kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan masyarakat untuk melaksanakan upaya peningkatkan mutu pendidikan secara berkesinambungan. Penjaminan mutu pendidikan dimaksudkan untuk memastikan bahwa setiap satuan pendidikan berusaha memenuhi SPM dan SNP, dan apabila SNP telah tercapai maka satuan pendidikan tersebut akan terus meningkatkan mutu untuk melampaui atau berada di atas SNP. Standar mutu pendidikan di atas SNP dapat berupa, antara lain, (a) Standar mutu yang berbasis keunggulan lokal, dan (b) Standar mutu yang mengadopsi dan/atau mengadaptasi standar internasional tertentu. Untuk dapat mencapai acuan mutu pendidikan tersebut di atas, setiap satuan pendidikan perlu menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Rencana Kerja Sekolah/ Madrasah (RKS/M) yang memuat upaya peningkatan mutu secara berkelanjutan. RKS/M disusun secara partisipatif dengan melibatkan semua stakeholder termasuk kepala sekolah/ madrasah, guru, komite sekolah/madrasah, dan orang tua siswa. RKS/M akan menjadi acuan untuk melaksanakan perbaikan dalam proses pembelajaran, manajemen sekolah/madrasah, sarana-prasarana dan aspek sekolah yang penting lainnya.
B. STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)
Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 Nomor 17 UU 20/2003 tentang Sisdiknas dan Pasal 3 PP. 19/2005 tentang SNP).
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu (Pasal 3 PP. 19/2005 tentang SNP).
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Pasal 4 PP. 19/2005 tentang SNP).
Standar Nasional Pendidikan merupakan penjabaran dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang dituangkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005.
Standar Nasional Pendidikan meliputi: (1) standar kompetensi lulusan; (2) standar isi; (3) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (4) standar proses; (5) standar sarana danprasarana; (6) standar pembiayaan; (7) standar pengelolaan; dan (8) standar penilaian pendidikan.
Berikut ini adalah penjelasan umum tentang masing-masing standar sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
Standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan melalui Permendiknas nomor 23 tahun 2006. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, yang meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan mata pelajaran. Kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan, perlu dirumuskan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, yang kemudian dituangkan dalam materi pokok kegiatan pembelajaran serta indikator pencapaian.
2. Standar Isi
Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan melalui Permendiknas nomor 22 tahun 2006. Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Beban belajar untuk SD/MI/SDLB dan SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB dan SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
3. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/ atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Tenaga kependidikan pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah. Tenaga kependidikan pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.
Selain memiliki kompetensi sebagai guru, seorang kepala sekolah/madrasah juga harus memiliki kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru ditetapkan melalui Permendiknasnomor 16 tahun 2007. Sedangkan standar untuk setiap jenis tenaga kependidikan ditetapkan dengan Permendiknas berikut.
a. Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
b. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah.
c. Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah.
d. Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/ Madrasah.
4. Standar Proses
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaanpembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan melalui Permendiknas nomor 41 tahun 2007.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai denganbakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien, setiap satuan pendidikan perlu melakukan empat hal, yakni perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.
a. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
b. Pelaksanaan proses pembelajaran harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiappendidik.
c. Penilaian hasil pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
d. Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
5. Standar Sarana dan Prasarana
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Standar sarana dan prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA ditetapkan melalui Permendiknas nomor 24 tahun 2007.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
6. Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan dapat berlangsung secara teratur dan berkelanjutan.
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan mencakup gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Standar biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB ditetapkan melalui Permendiknas nomor 69 tahun 2009.
7. Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan melalui Permendiknas nomor 19 tahun 2007.
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.
Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang melingkupimasa 4 (empat) tahun.
8. Standar Penilaian Pendidikan
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Standar penilaian pendidikan ditetapkan melalui Permendiknas nomor 20 tahun 2007.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh pendidik; penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Penilaian yang dimaksud digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik; sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah Pusat bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
C. STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)
1. SNP dan SPM
Untuk dapat memenuhi Standar Nasional Pendidikan diperlukan sumber daya yang besar untuk memenuhi berbagai kebutuhan termasuk pemenuhan standar sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, proses, pembiayaan, dan keperluan penting lainnya.
Sebagian sekolah/madrasah belum mampu memenuhi SNP. Hal ini tercermin pada rendanya jumlah SD yang telah terakreditasi (yakni, baru mencapai 65,4 %) dan jumlah ini diperkirakan akan naik mencapai 70,0 % pada akhir tahun ini. Sementara SMP yangt elah terakreditasi kini baru mencapai 61,0 % dan diperkirakan akan meningkat menjadi 66,6 % pada akhir tahun nanti.
Mengingat pemenuhan standar nasional pendidikan masih dirasakan sulit bagi banyak sekolah/madrasah, maka Standar Pelayanan Minimal (SPM) dirancang sebagai tahapan awal untuk mencapai SNP dan standar lainnya.
Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan yang selanjutnya disebut SPM adalah jenis dan tingkat pelayanan pendidikan minimal yang harus disediakan oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Standar pelayanan minimal pendidikan dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan pemerintah kabupaten/ kota. SPM mengatur jenis dan mutu layanan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan sekolah/madrasah. SPM juga merupakan pelaksanaan disentralisasi penyelenggaraan kewenangan di bidang pendidikan dasar.
SPM difokuskan pada upaya untuk memastikan bahwa setiap sekolah/madrasah dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dengan baik.
SPM Pendidikan Dasar mengatur mengenai:
a. Apa yang harus tersedia di sekolah/madrasah seperti guru, kepala sekolah/madrasah, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, media, buku, dan sebagainya.
b. Apa yang harus terjadi di sekolah/madrasah, misalnya guru harus menyiapkan RPP, kepala sekolah/madrasah melakukan supervisi akademik, pemenuhan jam belajar, dan sebagainya.
2. Indikator Pemenuhan SPM
Dalam Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota, terdapat 13 indikator pemenuhan SPM yang merupakan tanggung jawab sekolah/madrasah, dan 14 indikator pemenuhan SPM yang merupakan tanggung jawab kabupaten/kota.
Indikator Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar oleh Sekolah/Madrasah terdiri dari yang dipaparkan berikut.
1) Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik;
2) Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap perserta didik;
3) Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA; 4) Setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi;
5) Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan;
6) Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut :
a) Kelas I – II : 18 jam per minggu;
b) Kelas III : 24 jam per minggu;
c) Kelas IV - VI : 27 jam per minggu; atau
d) Kelas VII - IX : 27 jam per minggu;
7) Satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku;
8) Setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya;
9) Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik;
10) Kepala sekolah/madrasah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester;
11) Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah/madrasah pada akhir semester dalambentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik;
12) Kepala sekolah/madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester (UAS) dan ulangan kenaikan kelas (UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota pada setiap akhir semester; dan
13) Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah (MBS/M). Indikator Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Kemenag Kabupaten/Kota dapat mengambil bentuk sebagai berikut.
1) Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil;
2) Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis;
3) Di setiap SMP/MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktik IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik;
4) Di setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah/madrasah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah/madrasah yang terpisah dari ruang guru.
5) Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan;
6) Di setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran;
7) Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik;
8) Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh di antaranya (35% dari keseluruhan guru) telah memiliki sertifikat pendidik; untuk daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%;
9) Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik masing-masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris;
10) Di setiap kabupaten/kota semua kepala SD/MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
11) Di setiap kabupaten/kota semua kepala SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
12) Di setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah/madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
13) Pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif; dan
14) Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan.
3. Tanggung Jawab Pendanaan SPM
Tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kementerian Agama sekaitan dengan pendanaan SPM mencakup yang berikut.
a. Investasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana;
b. Investasi untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi sumber daya manusia;
c. Operasional personil: gaji dan tunjangan guru dan tenaga kependidikan;
d. Operasional non-personel.
e. Sumber dana: DAU, DAK, hibah, APBN (untuk madrasah).
Tanggung jawab Sekolah/Madrasah:
a. Investasi dan pemeliharaan (minor) prasarana dan peralatan sekolah/madrasah, pengadaan buku, dan pelatihan guru;
b. Operasional: biaya untuk bahan habis lab, bahan dan media pembelajaran, dan sebagainya.
c. Sumber dana: BOS.
4. Implementasi SPM
Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diambil dalam upaya memenuhi SPM.
a. Kumpulkan data dan lakukan analisis apakah di setiap sekolah/madrasah tersedia hal-hal berikut sesuai SPM:
• Sarana dan prasana: ruang kelas, ruang guru, ruang kepala sekolah, laboratorium IPA (untuk SMP/MTs);
• Sumber daya manusia (guru, tenaga kependidikan). Lihat sumberdaya ini dari segi jumlah, kualifikasi, dan kompetensi (sertifikat pendidik)
• Kunjungan pengawas sekali dalam sebulan sesuai ketentuan; dan cek juga ketentuan-ketentuan lainnya.
b. Tindakan untuk memenuhi kekurangan menjadi tanggung jawab pemerintah/ Kemenag kabupaten/kota Pendataan dilakukan di setiap sekolah/madrasah guna memperoleh informasi mengenai pencapaian indikator-indikator SPM. Selanjutnya pemerintah kabupaten/kota melakukan agregasi dan analisis data dari semua sekolah/madrasah, menghitung gap dan menghitung kebutuhan biaya investasi dan operasional untuk pemenuhan SPM.
c. Kumpulkan data dan lakukan analisis apakah hal-hal berikut tersedia/terlaksana sesuai SPM:
• Sekolah/madrasah menyusun dan menerapkan KTSP;
• Guru membuat RPP berdasarkan silabus mata pelajaran yang disusun oleh sekolah/madrasah;
• Siswa menempuh pembelajaran dengan jam tatap muka yang memadai;
• Tersedia buku pegangan dan buku pengayaan dalam jumlah yang memadai;
• Kepala sekolah/madrasah melakukan supervisi akademik, dan sebagainya.
d. Tindakan untuk memenuhi kekurangan tersebut merupakan tanggung jawab sekolah/ madrasah.
Untuk menerapkan SPM di tingkat sekolah/madrasah maka kepala sekolah/madrasah harus melakukan pengumpulan data dan menganalisisnya apakah indikator-indikator SPM telah terpenuhi; misalnya terkait dengan penerapan KTSP, pemenuhan RPP, pengukuran jam tatap muka, dan sebagainya. Setelah ditemukan adanya gap (kesenjangannya) maka sekolah/madrasah harus memprogramkan langkah perbaikan untuk memenuhi indikator tersebut.
Agar dapat melaksanakan pemenuhan SMP, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kantor Kemenag Kabupaten/Kota harus memiliki kapasitas sebagai berikut.
a. Kemampuan mengumpulkan data dan informasi terkait pemenuhan indikator SPM (14 indikator), utamanya terkait dengan sumber daya manusia, infrastruktur, dan peralatan;
b. Keterampilan melakukan analisis dan agregasi data dari seluruh sekolah/madrasah;
c. Kemampuan menyusun perencanaan dan penganggaran berdasarkan bukti kebutuhan investasi;
d. Kemampuan untuk menuangkan rencana dan kebutuhan anggaran dalam dokumenperencanaan daerah.
Pemerintah kabupaten/kota perlu untuk meningkatkan kapasitasnya dalam implementasi SPM, terutama terkait dengan kemampuan untuk mengumpulkan data, menganalisis data, menyusun penganggaran dan memasukkannya ke dalam dokumen perencanaan daerah termasuk Renstra, Renja SKPD, RPJMD, dan sebagainya.
Demikian juga untuk mampu melaksanakan pemenuhan SMP, pihak sekolah/madrasah harus memiliki kapasitas sebagai berikut.
a. Keterampilan mengumpulkan data dan informasi terkait seluruh (27) indikator SPM;
b. Kemampuan melakukan evaluasi diri dalam hubungannya dengan semua ketentuan SPM di sekolah/madrasah;
c. Keterampilan menyusun rencana dan anggaran investasi dan operasional sekolah/ madrasah untuk memenuhi 13 indikator SPM;
d. Kemampuan menyampaikan data dan informasi tentang tingkat pemenuhan 14 indikator SPM di sekolah/madrasah kepada pemerintah kabupaten/kota dan Kemenag kabupaten/kota.
Untuk dapat mengimplementasikan SPM, sekolah/madrasah perlu memiliki keterampilan dalam mengumpulkan data, melakukan analisis kesenjangan, menghitung kebutuhan biaya, dan menuangkannya ke dalam rencana kerja dan anggaran sekolah/madrasah.
D. SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (SPMP)
1. Pengertian dan Tujuan SPMP
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) adalah subsistem dari Sistem Pendidikan Nasional dengan fungsi utama meningkatkan mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Yang dimaksud dengan kegiatan sistemik dan terpadu adalah terdapatnya mekanisme yang jelas dalam memperbaiki mutu pendidikan dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan.
Tujuan akhir penjaminan mutu pendidikan adalah tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana dicita-citakan oleh Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicapai melalui penerapan SPMP.
Tujuan-antara penjaminan mutu pendidikan adalah terbangunnya SPMP termasuk:
a. terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal;
b. pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal pada satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah;
c. ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal;
d. terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan nonformal yang dirinci menurut provinsi, kabupaten/kota, dan satuan atau program pendidikan;
e. terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah Pusat.
2. Pentingnya SPMP
Setidaknya terdapat empat alasan mengapa SPMP penting untuk dilaksanakan.
• Mutu pendidikan bervariasi antar-sekolah/madrasah dan antar-daerah;
• Setiap siswa berhak memperoleh layanan pendidikan bermutu;
• Perbaikan mutu sekolah/madrasah berkelanjutan sebagai kebutuhan; dan
• Mutu pendidikan yang rendah menyebabkan daya saing SDM rendah.
Komponen utama SPMP antara lain mencakup penggunaan standar sebagai acuan mutu, pelaksanaan pemetaan mutu, analisis data mutu, dan perbaikan mutu secara berkelanjutan. Hubungan keempat komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
3. Acuan Penjaminan Mutu Pendidikan
Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan atau program pendidikan ditujukan untuk
memenuhi tiga tingkatan acuan mutu, yaitu:
a. SPM;
b. SNP; dan
c. Standar mutu pendidikan di atas SNP.
Standar mutu pendidikan di atas SNP dapat berupa:
a. Standar mutu di atas SNP yang berbasis keunggulan lokal.
b. Standar mutu di atas SNP yang mengadopsi dan/atau mengadaptasi standar
internasional tertentu.
4. Tanggung Jawab dalam SPMP
Pemenuhan SPM menjadi tanggung jawab bersama berbagai pihak:
a. satuan atau program pendidikan formal atau nonformal;
b. penyelenggara satuan atau program pendidikan formal atau nonformal;
c. pemerintah kabupaten/kota; dan
d. pemerintah provinsi.
Pemenuhan Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan-- masing-masing dalam SNP dan standar
mutu di atas SNP-- menjadi tanggung jawab satuan pendidikan formal. Penyediaan
sumber daya untuk pemenuhan standar menjadi tanggung jawab penyelenggara satuan
atau program pendidikan.
Program penjaminan mutu pendidikan oleh satuan atau program pendidikan dituangkan
dalam rencana strategis satuan atau program pendidikan yang menetapkan target-target
terukur capaian mutu pendidikan secara tahunan dan sejalan dengan Rencana Strategis
Pendidikan Penyelenggara satuan atau program pendidikan yang bersangkutan, Rencana
Strategis Pendidikan Kabupaten/Kota yang bersangkutan, Rencana Strategis Pendidikan
Provinsi yang bersangkutan, dan Rencana Strategis Pendidikan Nasional.
Pembagian tanggung jawab dalam pelaksanaan SPMP adalah sebagai berikut.
a. Menteri:
• menetapkan SPM dan SNP
• menyelenggarakan UN dan
• akreditasi
b. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota:
• melakukan supervisi, pengawasan, evaluasi, bantuan, bimbingan
• membantu UN, dan
• akreditasi
c. Satuan Pendidikan:
• pemenuhan standar mutu acuan
• penyusunan Kurikulum sesuai acuan mutu
• menetapkan prosedur operasional standar (POS)
• didukung pemangku kepentingan
• komite sekolah/madrasah memberi bantuan
• melayani audit penjaminan mutu
• mengikuti akreditasi
• mengikuti sertifikasi mutu terhadap lembaga, pendidik, dan siswa
• mengembangkan sistem informasi mutu melalui TIK, dan
• mendukung pemetaan mutu
Satuan pendidikan adalah pelaku utama dalam pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan karena sekolah/madrasah berada di garis terdepan dalam pelayanan pendidikan kepadamasyarakat.
5. Langkah Penjaminan Mutu Pendidikan
Sedikitnya terdapat 12 langkah penjaminan mutu pendidikan yang perlu dilakukan, antara lain seperti yang dirinci berikut.
1) menyusun program penjaminan mutu
2) memilih instrumen (EDS) pengumpulan data
3) mengumpulan/verifikasi data (internal/eksternal)
4) mengolah dan analisis data
5) melaporkan temuan berbasis data
6) menggunakan temuan untuk verifikasi pencapaian standar
7) memilih prioritas kebutuhan untuk perbaikan mutu
8) menyusun program dan anggaran perbaikan mutu
9) melaksanakan program perbaikan mutu
10) memonitor kegiatan perbaikan mutu
11) melaporkan hasil perbaikan mutu
12) menggunakan saran untuk perbaikan tahap berikutnya
Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan pendidikan ditujukan untuk (1) memenuhi SPM, (2) secara bertahap memenuhi SNP, dan (3) secara bertahap memenuhi standar mutu di atas SNP. SPM, SNP, dan standar di atas SNP merupakan acuan mutu bagi satuan pendidikan.
Jika mutu sekolah/madrasah dipetakan melalui akreditasi, akan didapatkan peringkat akreditasi berupa A, B, C, atau TT (tidak terakreditasi). SPM lebih difokuskan pada sekolah/ madrasah yang belum terakreditasi, agar mereka setidaknya bisa mencapai peringkatakreditasi C. SPMP dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu sekolah/
madrasah secara berkesinambungan sehingga dapat mencapai mutu yang lebih tinggi, misalnya dari TT ke C, dari C ke B, dan dari B ke A.
E. PENERAPAN SNP, SPM, DAN SPMP DALAM PERENCANAAN SEKOLAH/ MADRASAH
Siklus manajemen sekolah/madrasah dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan perbaikan, serta pelaporan. Kepemimpinan sekolah/madrasah menjadi kunci utama dalam pengelolaan sekolah/madrasah. Adanya sistem informasi sekolah/madrasah (misalnya TRIMS) akan sangat membantu sekolah/madrasah dalam melakukan perencanaan yang berbasis data.
Setiap sekolah/madrasah harus terus melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Sekolah/madrasah harus berupaya memenuhi SPM, kemudian secara bertahap mengarah kepada SNP bahkan kalau bisa menuju standar di atas SNP. Untuk itu perlu dibangun “budaya mutu” yaitu adanya kesadaran dan komitmen bersama dari stakeholder sekolah/madrasah untuk senantiasa berusaha meningkatkan mutu. Upaya tersebut perlu dirumuskan dan dituangkan dalam RKS/M, Rencana Kerja Tahunan (RKT), dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKAS/M).
Program peningkatan mutu secara berkelanjutan harus dimulai dengan evaluasi diri sekolah/ madrasah, kemudian menganalisis kesenjangan, menyusun program dan kegiatan serta menuangkannya ke dalam RKS/M, RKT, dan RKAS/M.
Demikian teks yang bisa saya upload, semoga bermanfaat
Sumber: Modul Peningkatan Manajemen Melalui Penguatan Tata Kelola dan Akuntabilitas di Sekolah/Madrasah Tahun 2011