-->

Wajibnya Mewujudkan Sekolah yang Ramah Anak



Eva Simanjuntak masih mengingat jelas ketika putranya Michael sesegera mungkin dirawat di rumah sakit dari dampak hernia yang diderita anaknya. Michael menderita hernia akibat ditendang oleh teman-teman di sekolahnya. Saat itu Michael berusia 10 tahun serta duduk di kelas V SD swasta di Jakarta
 

"Anak saya itu unik, karena tinggi, kurus dan hitam sendiri. Berbeda dengan teman-temannya," ujar Eva saat bercerita dalam suatu diskusi akhir pekan lalu.

Michael terlihat lain karena ayahnya merupakan keturunan Afrika. Di sekolah itu adanya anak yang tak suka pada Michael yang kemudian mengolok-olok Michael dengan menyebutkan jikalau Michael bukan orang Indonesia, melainkan negro yang disamakan dengan budak
 

"Anak saya  tak melawan, pasalnya saya ajarkan buat tak melawan. tetapi anak-anak itu lebih banyak mengintimidasi serta puncaknya ketika anak saya dirawat karena hernia yang dideritanya akibat ditendang," kata Eva

Pascakejadian tersebut, anak-anak yang melaksanakan perundungan pada Michael tersebut dipindahkan dari sekolah itu. Begitu juga dengan kepala sekolah
 


"Saya menyayangkan, mengapa sekolah membiarkan hal-hal layaknya seperti itu dapat terjadi," ujar dia
 


Anak-anak saat ini, lanjut Eva, jauh lebih pintar pasal menemukan masukan dari film hingga gempuran teknologi informasi. Sehingga anak berusia 10 tahun pun dapat membentuk stereotipe mengenai keturunan Afrika

Konsultan ACDP Indonesia untuk penelitian Pengembangan proses Penjaminan Mutu PAUD Dr Gutama memaparkan Pendidikan serta Pengasuhan Anak umur prematur (PPAUD) dikata sebagai masa yang paling baik buat memperkenalkan prinsip-prinsip pokok sekolah ramah anak
 "Sekolah ramah anak merupakan sekolah yang memperhatikan seluruh keperluan anak," ujar Gutama


Indonesia sesungguhnya telah memulainya. Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara menciptakan konsep taman siswa serta tak membagikan nama pendidikan.


Menurut Gutama, Perihal itu berhubungan dengan konsep keilmuan yang berbasis otak, pasalnya pada saat umur emas anak sesegera mungkin diberikan stimulasi yang baik.



"Kenapa butuh taman, karena anak butuh bebas merdeka. Anak ketika dia tak nyaman, tersebutkan dia akan amat terganggu serta kurang nyaman," katanya
 


Anak usia dini memerlukan stimulasi terus menerus sepanjang waktu, supaya anak tersebut bisa berkembang sesuai dengan potensinya. bila adanya anak yang enggan ke sekolah, lanjut Gutama, tersebutkan Perihal itu mengindikasikan jikalau sekolah tidak lagi menjadi tempat yang menyenangkan
 


Tidak lagi menjadi taman. Salah satu syarat sekolah supaya ramah anak ialah kesatuan ekosistem yang terintegrasi," katanya
 


Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kemdikbud Haris Iskandar menekankan pentingnya umur dini sebagai masa yang tepat buat membentuk karakter serta menanamkan nilai-nilai
 


"Usia dini merupakan umur yang tepat buat membentuk karakter anak," kata Haris
 
Pada umur dini, amat serius membangun keterampilan sosial serta emosional. Anak-anak yang mempunyai keterampilan sosial serta emosional yang kuat lebih baik kemampuan kognitifnya terhadap pada saat pendidikan menengah
 


Pakar psikologi serta pernyebaran manusia Ihshan Gumilar menyebutkan orangtua sesegera mungkin mengajarkan anak buat bersabar ketika menemukan tindakan yang tak mengenakkan dari teman sekolahnya
 

"Itu serius diajarkan oleh orangtua. sikap asertif, secara psikologi jelas jelas sesegera mungkin Berposisi di posisi itu. sehabis itu baru beritahukan ke sekolah," ujar Ihsan


Pendidikan yang ramah anak, lanjut Ihshan, merupakan pendidikan yang dapat mengasah kemampuan kognitif, emosi serta juga kemampuan mengelola spiritualitas
 
"Orangtua, baik yang bekerja atau tidak, dapat memberikan dampak terhadap anak-anak kita," kata Ihshan
 


Banyaknya problematika perundungan di sekolah pula yang bikin beberapa anak-anak enggan ke sekolah serta bikin sekolah tidak lagi nyaman bagi anak
 


Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyiarkan terdapat 970 problematika kerundungan terhitung terhadap 2014, menaik dari 632 problematika yang terhitung terhadap 2013. Oleh sebab itu, pemerintah melewati Kementerian Pendidikan  Dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengeluarkan lima peraturan tentang tindak kekerasan di sekolah


Lima peraturan yang dikeluarkan sepanjang 2015 hingga 2016 itu yakni Permendikbud 23/2015 mengenai penumbuhan Budi Pekerti yang bertujuan menumbuhkan pendidikan yang positif, seperti gerakan literasi sampai mengantarkan anak ke sekolah di hari pertama anak masuk sekolah.


Selanjutnya, Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 mengenai Kawasan tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Ketiga, Permendikbud Nomor 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

"Peraturan mengatur tata cara pencegahan dan penanggulangan kekerasan di sekolah. Jika siswa mengalami perundungan segera lapor ke sekolah, sekolah pun harus menindaklanjutinya," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan.

Kemdikbud juga mengeluarkan Permendikbud 8/2016 mengenai buku yang digunakan di dalam satuan pendidikan. Pada Permendikbud ini diatur soal kriteria buku-buku yang digunakan dan diedarkan pada satuan pendidikan. Terakhir adalah Permendikbud 18/2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah yang bertujuan mengganti Masa Orientasi Siswa (MOS) yang kerap diisi dengan tindak kekerasan oleh senior kepada juniornya.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel