Marah Menjadi Ujungnya Batas Kesabaran
Sahabat Edukasi yang berbahagia…
Marah itu manusiawi, di mana terdapat sesuatu hal yang sekirannya tak dapat lagi ditahan oleh seseorang karena sikap ataupun perbuatan dari orang lainnya yang telah dirasa-rasa sangat menjengkelkan hingga bikin sakit hati seringkali membuat kesabaran pun meledak menjadi kemarahan.
Marah / berang / gusar disebabkan karena adanya sesuatu yang membuat seseorang menjadi sangat tidak senang baik karena difitnah, dihina, diperlakukan tidak semestinya / tidak adil, dan sebagainya
Kemarahan pada setiap orang tentu saja berbeda, ada yang lambat marah tapi cepat reda, sebagian lainnya ada yang cepat marah tapi lambat redanya, dan ada yang lambat marah tapi lambat juga redanya. Dari ketiga tipe kemarahan ini, tentu saja marah yang paling baik adalah cepat marah tapi juga cepat reda dalam hal kebenaran dan kebaikan.
Baca juga : Tips / Cara Mengendalikan Marah yang Berlebihan
Bukan hanya perbuatan seseorang yang dapat memicu kemarahan orang lainnya, bisa juga dalam bentuk tulisan ataupun perkataan (lisan) yang keterlaluan dapat menimbulkan kemarahan bagi korbannya. Boleh saja marah dalam batas-batas tertentu serta tidak melanggar aturan, norma, serta hukum yang berlaku, karena jika kemarahan diluapkan lebih dari kadar permasalahan yang memicu kemarahan maka bisa saja korban justru menjadi pihak yang bersalah.
Saat marah pun kita harus benar-benar mempertimbangkan, sudah layakkah saat ini marah?, apa resikonya?, apa keuntungannya?, dan apakah waktu dan tempatnya sudah tepat untuk marah?, dan lain-lain. Hal ini akan membuat marah yang terarah, marah untuk membela diri, marah yang baik tentu saja marah yang dilandasi dengan rasa kasih dan sayang di mana marah yang konstruktif tidak akan membawa masalah semakin meruncing, akan tetapi semakin menumpulkannya, serta tidak membuat bara api semakin membara, akan tetapi mengecilkan hingga memadamkankannya dengan cara-cara bijak, tindakan dan kalimat yang tegas, dan tentu saja tidak mendramatisir pemicu permasalahan tersebut (selalu berpikir logis, analistis, sistematis, dan juga etis) hingga berhasil membuat si pemicu kemarahan tersadar untuk kembali ke jalan yang benar.