Mitos Salah Kaprah Belajar Bahasa Asing Sejak Dini
Kemampuan berbahasa adalah aset tak ternilai bagi anak, karena menjadi salah satu indikator yang menentukan perkembangan kognitif di kemudian hari. Tahap perkembangan bahasa dimulai sejak tahap pralinguistik, yaitu saat anak mulai mengenal bahasa sejak bayi dan berlanjut hingga tahap kompetensi (dewasa).
Usia emas atau golden age (0-6 tahun) merupakan momentum saat bahasa anak akan mengalami kemajuan pesat. Pada usia itulah biasanya kemampuan bahasa pertama anak semakin matang dan dapat mulai diperkenalkan dengan bahasa asing.
"Tapi, yang kerap terjadi adalah muncul keraguan orangtua ketika ingin mengenalkan bahasa asing pada anak. Belajar bahasa asing sejak dini dianggap dapat menyebabkan kebingungan bahasa yang berujung pada berbagai masalah lainnya di kemudian hari, seperti terlambat bicara hingga masalah bersosialisasi," ujar Roslina Verauli, psikolog anak dan keluarga, pada diskusi 'Multilingual Sejak Dini, Kenapa Tidak?' yang digelar EF English First menggelar di EF Center, Jakarta, pekan lalu.
Vera menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan mitos. Yang perlu dipahami, lanjut dia, ketika anak dipaparkan lebih dari satu bahasa, maka akan terjadi peleburan dari bahasa-bahasa tersebut (code mixing).
Menurut dia, hal itu sebenarnya merupakan hal wajar terjadi pada anak-anak yang belajar multilingual. Proses itu merupakan bagian dari tahapan anak untuk kelak mampu menguasai bahasa-bahasa yang diperkenalkan dengan baik seiring usia kondisi ini akan hilang dengan sendirinya.
"Berdasarkan penelitian perkembangan berbahasa, bayi yang dipaparkan lebih dari dua bahasa tidak akan mengalami keterlambatan wicara," ujarnya.
Vera memaparkan, setiap manusia sejak bayi telah memiliki program di dalam otak yang disebut Language Acquisition Device (LAD). Hal itulah yang memungkinkan bayi dapat melakukan analisa dan memahami aturan dasar dari bahasa yang mereka dengar hingga akhirnya mereka bisa berbahasa dengan baik.
"Karena bayi memiliki kapasitas bawaan menguasai bahasa," kata Vera.
Lebih jauh Vera menjelaskan, dalam kaitannya menjadi multilingual justru memberikan sebuah pengalaman yang dapat membentuk kemampuan anak untuk beradaptasi lebih baik terhadap lingkungan. Menurut dia, sebuah penelitian juga menunjukkan jika penerapan multilingual dalam jangka panjang dapat mempengaruhi pembentukan struktur dan fungsi otak, yang salah satunya mendukung fungsi kognitif anak, seperti kemampuan yang lebih baik dalam menghafal dan mengingat, memahami dan konsentrasi, hingga kemampuan untuk menganalisa, pembentukan konsep, kemampuan verbal dan fleksibilitas berpikir.
"Anak dengan multilingual selain memiliki kemampuan kognitif lebih baik, juga akan memiliki kemampuan personal dan sosiokultural yang lebih baik dibandingkan dengan yang monolingual," ucapnya.
Vera juga menambahkan, ketika ingin memaparkan anak dengan bahasa asing dibutuhkan waktu dan cara yang tepat, sesuai dengan tahap perkembangan dan kondisi masing-masing anak. Orangtua perlu memperhatikan tujuan utama dari mengenalkan bahasa asing tersebut dan mempraktekkannya secara konsisten, sehingga anak dan orangtua dapat sama-sama memperoleh manfaatnya.
Pada kesempatan yang sama, Meta Fadjria selaku pengajar senior di EF English First mengatakan, mengajarkan bahasa asing pada anak usia dini membutuhkan metode dan program yang tepat dan tidak lepas dari pendampingan intensif orangtua. Menurut dia, siapapun bisa menjadi multilingual dan untuk mewujudkannya dibutuhkan peran serta yang aktif dari orangtua sehingga anak dapat terbiasa dan pada akhirnya mahir menggunakan bahasa tersebut.
"Menurut kami, usia 3 hingga 6 tahun merupakan usia yang tepat untuk diajarkan bahasa Inggris secara lebih terstruktur. Di sini kami memiliki program Small Stars," ujar Meta.
Proses pembelajaran dalam program itu sendiri adalah sebuah proses yang didasarkan pada metode EFEKTA System, dimana anak akan melalui tahapan Learn, Try, Apply, kemudian Certify.
Pada tahapan Learn anak mempelajari materi bahasa Inggris melalui buku dan interaksi dengan guru profesional, serta disesuaikan dengan perkembangan usia anak. Cara ini mengedepankan unsur fun melalui tokoh kartun jenaka di sepanjang pelajaran, kegiatan menarik di kelas, bernyanyi, hingga permainan yang membuat anak tidak stres dalam menyerap bahasa Inggris.
Adapun pada tahapan Try anak senantiasa didorong untuk mencoba berbicara bahasa Inggris kepada teman sekelas dan guru. Mereka belajar cara menulis huruf dan berani mengutarakan pendapatnya.
"Melalui proses ini, anak secara tidak langsung dipersiapkan untuk menghadapi masa sekolah," tutur Meta.
Sementara pada tahapan Apply, anak mengaplikasikan apa yang mereka pelajari dalam keadaan nyata melalui kegiatan Life Club. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan imersi bahasa Inggris pada anak sehingga mereka bisa berkomunikasi dalam konteks nyata.
Pada tahap akhir atau Certify, anak diberi apresiasi atas kesuksesan mereka menuntaskan satu buku atau satu tahapan dalam Small Stars. Orangtua juga dilibatkan dalam proses ini, sehingga anak dapat terus termotivasi untuk belajar.
"Perlu kerjasama antara anak, orangtua dan guru pembimbing. Kunci keberhasilan dalam mengajarkan anak untuk bisa menguasai bahasa asing sejak dini adalah dukungan dan konsistensi dari orangtu," jelas Meta.
sumber : kompas.com