MENJUAL BARANG SECARA KREDIT DENGAN HARGA LEBIH TINGGI ??? INI HUKUMNYA DALAM ISLAM
Situsberbagi.com - Pada saat sekarang ini, sudah lumrah ketika kita membeli barang secara kredit atau angsuran. Mulai dari cicilan rumah, cicilan motor, bahkan hingga kebutuhan-kebutuhan rumah tangga pun kita beli dengan cara mengangsur. Seperti yang kita ketahui bahwa membeli barang secara kredit tentu akan lebih mahal daripada membeli tunai. Bahkan bisa sampai 2 hingga 3 kali lipat dari harga aslinya. Lalu bagaimana pandangan Islam mengenai hal tersebut ? Apakah diperbolehkan ?
Nah situsberbagi mencoba memberikan refrensi melalui laman islamidia.com yang mengutip dari pksdpcbabelan.blogspot.co.id dimana ada seorang bernama Oldy Akbar Tanjung bertanya kepada Ustadz Ahmad Sarwat, LC berikut.
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Pak Ustadz, apabila saya berjualan barang secara kredit selama sepuluh bulan namun barang tersebut saya hargai jauh lebih tinggi (hingga 2x lipat) dari harga aslinya namun orang tersebut setuju-setuju saja dengan harga tersebut. Apakah haram hukumnya?
Oldy Akbar Tanjung
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulilahi Rabbil ‘alamin, wash-shalatu was-salamu ‘alaa Sayyidina Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihih wa sallam, wa ba’du.
Dalam syariat Islam, menjual barang dengan sistem kredit hukumnya dibolehkan. Kredit adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai tunai dengan bila dengan tenggang waktu. Ini dikenal dengan istilah : bai` bit taqshid atau bai` bits-tsaman `ajil.
Gambaran umumnya adalah penjual dan pembeli sepakat bertransaksi atas suatu barang (x) dengan harga yang sudah dipastikan nilainya (y) dengan masa pembayaran (z) bulan.
Namun sebagai syarat harus dipenuhi ketentuan berikut:
- Harga harus disepakati di awal transaksi meskipun pelunasannya dilakukan kemudian. Misalnya : harga rumah 100 juta bila dibayar tunai dan 150 juta bila dibayar dalam tempo 5 tahun.
- Tidak boleh diterapkan sistem perhitungan bunga apabila pelunasannya mengalami keterlambatan sebagaimana yang sering berlaku.
- Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari praktek bai` gharar (penipuan).
Untuk lebih jelasnya agar bisa dibedakan antara sistem kredit yang dibolehkan dan yang tidak, kami contohkan dua kasus sebagai berikut:
Contoh 1
Ahmad menawarkan sepeda motor pada Budi dengan harga Rp. 12 juta. Karena Budi tidak punya uang tunai Rp.12 juta, maka dia minta pembayaran dicicil (kredit).
Ahmad menawarkan sepeda motor pada Budi dengan harga Rp. 12 juta. Karena Budi tidak punya uang tunai Rp.12 juta, maka dia minta pembayaran dicicil (kredit).
Untuk itu Ahmad minta harganya menjadi Rp. 18 juta yang harus dilunasi dalam waktu 3 tahun. Harga Rp. 18 juta tidak berdasarkan bunga yang ditetapkan sekian persen, tetapi merupakan kesepakatan harga sejak awal.
Transaksi seperti ini dibolehkan dalam Islam.
Contoh 2
Ali menawarkan sepeda motor kepada Iwan dengan harga Rp. 12 juta. Iwan membayar dengan cicilan dengan ketentuan bahwa setiap bulan dia terkena bunga 2 % dari Rp. 12 juta atau dari sisa uang yang belum dibayarkan.
Ali menawarkan sepeda motor kepada Iwan dengan harga Rp. 12 juta. Iwan membayar dengan cicilan dengan ketentuan bahwa setiap bulan dia terkena bunga 2 % dari Rp. 12 juta atau dari sisa uang yang belum dibayarkan.
Transaksi seperti ini adalah riba, karena kedua belah pihak tidak menyepakati harga dengan pasti, tetapi harganya tergantung dengan besar bunga dan masa cicilan. Yang seperti ini jelas haram.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya, Al-Halalu Wal Haramu fil Islam, mengatakan bahwa menjual kredit dengan menaikkan harga diperkenankan. Rasulullah SAW. sendiri pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo untuk nafkah keluarganya.
Memang ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa bila si penjual itu menaikkan harga karena temponya, sebagaimana yang kini biasa dilakukan oleh para pedagang yang menjual dengan kredit, maka haram hukumnya dengan dasar bahwa tambahan harga itu berhubung masalah waktu dan itu sama dengan riba.
Tetapi jumhur (mayoritas) ulama membolehkan jual beli kretdit ini, karena pada asalnya boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Jual beli kredit tidak bisa dipersamakan dengan riba dari segi manapun.
Oleh karena itu seorang pedagang boleh menaikkan harga menurut yang pantas, selama tidak sampai kepada batas pemerkosaan dan kezaliman. Kalau sampai terjadi demikian, maka jelas hukumnya haram.
Imam Syaukani berkata: “Ulama Syafi’iyah, Hanafiyah, Zaid bin Ali, al-Muayyid billah dan Jumhur berpendapat boleh berdasar umumnya dalil yang menetapkan boleh. Dan inilah yang kiranya lebih tepat.”
Wallahu A’lam Bish-shawabWassalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Oleh: Ahmad Sarwat, Lc
sumber : islamidia.com
Demikian artikel mengenai jual beli kredit yang diperbolehkan islam. Semoga setelah ini kita dapat membedakan jual beli kredit seperti apa yang diperbolehkan oleh agama kita. Barakallah.