Hikmah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Saw
Modal inti dalam Islam sesuai yang diajarkan Nabi Muhammad SAW., hanya ada tiga, iman, ilmu, dan akhlak. Dalam Islam tidak ada istilah Robin Hood, yang mencuri harta orang kaya dan membagi-bagikannya kepada rakyat miskin. Mencuri tetap saja dosa besar walau dengan dalih apapun, termasuk di dalamnya, korupsi, nepotisme, sogok menyogok seperti yang sekarang ini kerab dilakukan para pejabat bangsa kita ini.
Demikian dikatakan, Buya H. Masoed Abidin kepada Singgalang kemarin (30/7) saat ditanyakan hikmah dari Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW., yang selalu diperingati umat Islam setiap 27 Rajjab.
Diulasnya, bangsa ini tidak mungkin maju tanpa tiga kekuatan yang diajarkan, iman (religi), ilmu (iptek) dan akhlak (kultur, adat perilaku). Hal ini substansial dalam pembinaan karakter bangsa. Penetapan pimpinan bangsa dari tingkat bawah ke atas. “Tiga kekuatan itu jadi penentu,” katanya.
Pasca modernisme di era kesejagatan perlu triple basic (knowledge, religi dan culture). Tiga kekuatan inti untuk bertanding dan bersaing di era global yang borderless.
“Hikmah Isra’ mengakui kekuasaan Allah. Di sisi Allah tidak ada yang mustahil. Maka bermohonlah padaNYA, Allah mampu menghampirkan yang jauh, begitu sebaliknya. Allah dekat sekali dengan hambanya, lebih dekat ketika mendekatinya,” ujarnya.
Mi’raj ialah naik ke tempat yang mulia dengan salat. Khusyuk syarat utama. Meninggalkan salat berarti hilang tenang, hilang sabar, hilang bahagia, hilang ketentraman, hilang aman, hilang dunia, hilang akhirat, hilang semua.
“Apa lagi yang jadi milik kita? Jawabnya tidak ada,” tutur Buya.
Implementasi sekarang dari peristiwa Isra’ Mi’raj itu lebih jauh dikatakan Buya Masoed ialah perwujutannya bagi umat sekarang ini. Pemipin bangsa yang salat tidak akan tergiur korupsi. Bangsa akan makmur, adil, sejahtera, bersih dan menghargai waktu.
Konteks kekinian bahwa Isra’ Mi’raj tidak hanya input ratio saja, dua peristiwa itu mukjizat yang diberikan kepada Muhammad sebagai bukti kerasulannya.
“Agar tak ada lagi orang mendakwakan diri jadi rasul. Agar tidak ada lagi manusia yang diperbodoh oleh kepalsuan,” lanjutnya.
Menurutnya banyak sekali hikmah di balik peristiwa Islam itu. Tidak bisa sesorang akan memahaminya, jika hanya datang ke masjid mengikuti tauziyah karena peringatan Isra’ Mi’raj saja. Tidak akan timbul kesadaran dalam hati jika anggap angin lalu saja. Perlu dikaji lebih dalam oleh umat sehingga dapat dibentuk karakter bangsa yang beragama bukan hanya liberal tanpa arah.
“Salat adalah perintah pertama dalam Islam, tanpa salat tak ada artinya Islam. Salat mengajarkan pengawasan melekat antara manusia dengan Khaliknya,” tukasnya.cr06
Demikian dikatakan, Buya H. Masoed Abidin kepada Singgalang kemarin (30/7) saat ditanyakan hikmah dari Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW., yang selalu diperingati umat Islam setiap 27 Rajjab.
Diulasnya, bangsa ini tidak mungkin maju tanpa tiga kekuatan yang diajarkan, iman (religi), ilmu (iptek) dan akhlak (kultur, adat perilaku). Hal ini substansial dalam pembinaan karakter bangsa. Penetapan pimpinan bangsa dari tingkat bawah ke atas. “Tiga kekuatan itu jadi penentu,” katanya.
Pasca modernisme di era kesejagatan perlu triple basic (knowledge, religi dan culture). Tiga kekuatan inti untuk bertanding dan bersaing di era global yang borderless.
“Hikmah Isra’ mengakui kekuasaan Allah. Di sisi Allah tidak ada yang mustahil. Maka bermohonlah padaNYA, Allah mampu menghampirkan yang jauh, begitu sebaliknya. Allah dekat sekali dengan hambanya, lebih dekat ketika mendekatinya,” ujarnya.
Mi’raj ialah naik ke tempat yang mulia dengan salat. Khusyuk syarat utama. Meninggalkan salat berarti hilang tenang, hilang sabar, hilang bahagia, hilang ketentraman, hilang aman, hilang dunia, hilang akhirat, hilang semua.
“Apa lagi yang jadi milik kita? Jawabnya tidak ada,” tutur Buya.
Implementasi sekarang dari peristiwa Isra’ Mi’raj itu lebih jauh dikatakan Buya Masoed ialah perwujutannya bagi umat sekarang ini. Pemipin bangsa yang salat tidak akan tergiur korupsi. Bangsa akan makmur, adil, sejahtera, bersih dan menghargai waktu.
Konteks kekinian bahwa Isra’ Mi’raj tidak hanya input ratio saja, dua peristiwa itu mukjizat yang diberikan kepada Muhammad sebagai bukti kerasulannya.
“Agar tak ada lagi orang mendakwakan diri jadi rasul. Agar tidak ada lagi manusia yang diperbodoh oleh kepalsuan,” lanjutnya.
Menurutnya banyak sekali hikmah di balik peristiwa Islam itu. Tidak bisa sesorang akan memahaminya, jika hanya datang ke masjid mengikuti tauziyah karena peringatan Isra’ Mi’raj saja. Tidak akan timbul kesadaran dalam hati jika anggap angin lalu saja. Perlu dikaji lebih dalam oleh umat sehingga dapat dibentuk karakter bangsa yang beragama bukan hanya liberal tanpa arah.
“Salat adalah perintah pertama dalam Islam, tanpa salat tak ada artinya Islam. Salat mengajarkan pengawasan melekat antara manusia dengan Khaliknya,” tukasnya.cr06